PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada), siapa yang tidak tertarik? Baik subyek yang mencalonkan diri, Partai Politik, konstituen, institusi penyelenggara, lembaga pengawas tak terkecuali yang berkecimpung di dunia usaha, pastinya terkonsentrasi pada agenda berlabel 'Pesta Demokrasi Langsung' itu.
Daya tarik, namun sejujurnya sangat tidak diharapkan, atas materi Pilkada kian menguat manakala ada figur tertentu yang sudah mengibarkan panji 'perang' malah harus diturunkan, atau dipaksa untuk turun, entahlah.
Dan itulah yang berhasil masuk dalam catatan sejarah Pilkada di Sulut tahun 2015. Salah satu kandidat gubernur yang sudah dengan optimismenya, siap masuk dalam pertarungan, in actu, harus terhenti langkahnya (paling tidak fakta sampai saat ini).
Tergambarlah betapa pintu gerbang arena sungguh bukan terbuat dari bahan rongsokan, meski bukan berarti kekal dalam kekokohan.
Fakta itu pun melahirkan sebuah kebingungan, terutama dalam diri konstituen, sejauh memang berpijak di atas karpet menuju 'pesta.' Dan memang sebuah kepantasan jika pemilih merasa berada dalam nuansa demikian.
Gugurnya pencalonan, selanjutnya membawa daya nalar setiap orang, se-awam apapun dia, terkadang tiba pada pertanyaan "ada apa ini"? atau "kenapa begitu"?
Gugurnya pencalonan pun bisa menibakan setiap pemilik kepentingan, berpikir "siapa rampok siapa"? apakah terjadi perampokan atas HAM seseorang atau apakah terjadi perampokan atas hak konstituen, atau mungkinkah terjadi perampokan atas aturan normatif?
Apapun itu, bukankah jauh sangat indah apabila pesta rakyat benar - benar dialami dan bukannya diimpikan?
Satu lagi, gugurnya pencalonan, bukanlah fakta unik yang ingin dinikmati oleh para pemilik hak suara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar