BERIBU - ribu tahun sebelum bumi didiami
banyak manusia, terdapat sebuah tempat pemandian air panas. Tempat
pemandian itu hanya bagi putri kayangan. Pemilik pemandian itu bernama
Mamanua, seorang yang kaya dan mempunyai banyak pesuruh. Tempat
pemandian itu terletak disebuah desa bernama Tataaran. Nama mata air
panas itu Rano ni Putiin, artinya air dari burung balam.
Dahulu negeri
tempat air panas ini masih dikelilingi hutan. Selain itu terdapat pula
genangan air jernih, serta tepian teduh, menambah indahnya tempat ini.
Pohon-pohon besar tahun demi tahun merangkai bunga-bunga yang berteduh
dibawah naungannya. Rusa, babi hutan, tikus ekor putih, soa-soa dan
burung maleo masih berkeliaran disana. Jamur pun tumbuh liar dipohon.
Daerah ini masih berupa hutan perawan.
Setiap selesai berburu, Mamanua
selalu singgah ditempat pemandian itu. Setelah selesai mandi, para
pesuruhnya disuruh membersihkan tempat itu. Pada suatu hari, salah
seorang pesuruh melapor pada Mamanua bahwa tempat pemandian itu kotor.
Mamanua marah mendengar berita itu. Ia ingin melihat, siapa yang berani
melakukan hal itu. Niat ini dilaksanakannya tanpa bantuan para pesuruh.
Mamanua menunggu ditempat tersembunyi dekat tempat pemandian itu.
Tiba-tiba ia mendengar bunyi angin ribut dari arah timur. Bunyi angin
itu semakin lama semakin mendekat. Seketika itu juga tampaklah
sekelompok burung balam putih berjumlah Sembilan ekor ditempat
pemandian. Anehnya, kesembilan ekor burung itu kemudian berubah menjadi
Sembilan putri cantik memakai sayap putih. Mereka menanggalkan sayap
putih itu dan mandi.
Kegelisahan Mamanua saat itu berganti
gembira. Rasa cinta pada putri-putri itu berbunga. Mamanua langsung
mencuri dan menyembunyikan salah satu sayap putih itu. Setelah itu dia
berlari ke tempat pemandian dimana para putri sedang mandi. Sayang
sebelum Mamanua tiba ditempat itu,para putri kayangan segera berlari
mengambil sayap- sayap mereka dan terbang. Calaka, sayap putri bungsu
hilang sehingga ia tidak dapat terbang. Apa daya, para putri lain tidak
dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat menolongnya. Adik mereka yang
bungsu, Lumalundung namanya menangis.
Kemudian datang Mamanua yang
membujuk Lumalundung untuk tinggal bersamanya. Mamanua pun
memperistrikan Lumalundung. Mereka hidup bahagia suami – isteri dan
memperoleh anak yang diberi nama Walansendow. Waktu berjalan bumi
berputar. Rupanya awan besar dan rendah yang menyebabkan hujan, Guntur,
dan kilat melanda kehidupan mereka. Suatu ketika, saat Lumalundung
sedang menyusui Walansendow, Mamanua melihat banyak kutu di kepala
istrinya.
Tanpa disuruh, Mamanua langsung mencari kutu, bahkan mencabut
tiga helai rambut Lumalundung. Sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi
karena merupakan pantangan bagi Lumalundung. Bekas rambut yang tercabut
itu langsung mengeluarkan darah tanpa henti. Mamanua bingung. Ia
langsung berlari keluar rumah. Lumalundung segera mencari sayap yang
disimpan Mamanua. Setelah sayap itu ditemukan, Lumaundung langsung
memakainya dan terbang ke angkasa. Diluar rumah tampak awan putih rendah
dan terpencar seperti gumpalan kapas. Awan itu membawa cuaca baik.
Apa yang tejadi dengan Walansemdow? Ia
menangis tanpa henti. Mendengar tangisan Walansendow yang keras itu,
Mamanuapun masuk ke kamar. Ternyata didalam kamar hanya ada Walansendow.
Kepergian Lumalundung merupakan suatu kesedihan yang mendalam bagi
Mamanua dan Walansendow. Segala jalan sudah dipikirkan Mamanua untuk
bisa bertemu dengan Lumalundung.
Akhirnya ia memutuskan untuk mencari
Lumalundung kemanapun juga. Jika perlu ke langit yang ke tujuh. Mulailah
Mamnua melangkahkan kaki mencari Lumalundung dengan menggendong
Walansendow. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan pohon besar yang sangat
tinggi, biasa disebut Walangitan (pohon hitam). Mamanua bertanya pada
pohon itu, “apakah engkau dapat menolong kami? Kami sedang mengalami
kesulitan, istri saya atau ibu anak ini lari meninggalkan rumah entah ke
mana.” Pohong hitam berkata “apakah yang dapat kamu berikan kepada saya
sebagai balasan kalau saya dapat membantumu?” Mamanua menjawab,
“pohonmu banyak dibutuhkan orang dan batangmu akan menjadi kuat dan
baik.” Pernyataan ini disetujui oleh pohon hitam. Kemudian, Mamanua dan
Walansendow naik keatas pohon hingga ke puncaknya. Akan tetapi, mereka
belum bisa tiba dilangit. Akhir nya, turunlah keduanya dengan susah
payah.
Perjalanan dilanjutkan da bertemulah
mereka dengan rotan yang panjang. Hal yang sama dikemukakan Mamanua
kepada rotan. Rotan hanya dapat membantu jika ada balas jasa. Jasa yang
dijanjikan Mamanua adalah batang rotan akan dimanfaatkan orang menjadi
barang yang berguna. Hadiah ini diterima rotan. Mamanua dan Walansendow
disuruh berada diujung rotan. Lalu, mereka diangkat tinggi-tinggi oleh
rotan, tetapi tidak sampai juga dilangit. Walaupun kecewa,Mamanua belum
putus asa. Setelah berjalan kira-kira seratus meter dari tempat rotan,
mereka bertemu dengan babi hutan. Mamanua menyampaikan maksudnya kepada
babi hutan. Ternyata, tuntutannya sama. Balas jasa utnuk babi hutan
adalah ia mendapatkan apa yang akan dimakan manusia. Setelah itu, babi
hutan menyuruh Mamanua dan Walansendow naik ke atas punggungnya.
Kemudian, dia berlari mendaki pegunungan dan menuruni lembah. Akhirnya,
mereka tiba ditepi pantai dan beristirahat disitu. Sepanjang hari
Mamanua selalu berpikir dan merenungkan hidupnya bersama Walasendow.
Tiba-tiba seekor ikan besar muncul didepannya. Permintaan tolongpun
disampaikan kepada ikan. Rupanya ikan pun mengharapkan balas jasa.
Mamanua berkata kepada ikan, “apabila engkau berenang jangan lupa
siripmu diangkat, engkau akan dapat terbang. Namamu akan disebut ikan
layar.”Ikan sangat setuju. Mereka berdua boleh naik keatas pungungnya.
Ternyata mereka belum juga beruntung. Tujuan yang ingin dicapai belum
tiba walaupun mereka sudah berada ditempat terbitnya matahari.
Mereka berada disuatu daratan luas dan
bertemu dengan seorang lelaki tua. Ditangan lelaki itu ada cemeti.
Lelaki itu berjalan menuju mereka. Begitu bertemu, Walansendow dicambuk
lelaki itu dengan cemeti. Anehnya Walansendow tidak merasa sakit dan
tidak ada tanda cemeti ditubuhnya. Ternyata, lelaki itu ayah Lumalundung
yang bernama Malaroya. Ia hanya bermaksud mengetahui apakah Walansendow
mempunyai darah dewa. Malaroya segerah memangil seorang perempuan untuk
menggendong Walansendow. Tanpa setahu Mamanua, mereka sudah berada
didaerah bernama Pinontol, yaitu suatu tempat yang berada diantara
langit dan bumi. Perempuan yang menggendong Walansendow bertanya kepada
Mamanua, bagaimana ia bisa tiba ditempat ini. Mamanua menuturkan semua
yang terjadi terhadap dirinya dan anaknya. Dengan penuh kasih, perempuan
tu membawa Mamanua dan Walansendow ke tempat Sembilan putri berada.
Mamanua disuruh memilih Lumalundung diantara kesembilan putri. Akan
tetapi, ia bingung ketika berhadapan dengan para putri itu karena wajah
mereka mirip satu sama lain. Ketika Mamanua sedang berpikir, muncullah
seekor lalat besar. Mamanua tidak mau kesempatan ini lewat begitu saja.
Ia langsung menyampaikan maksudnya kepada lalat mengingat Walansendow
sudah lama tidak disusuinya. Setelah isi hatinya disampaikan, lalat
besarpun meminta balas jasa. Mamanua berkata bahwa setiap makanan yang
telah selesai dimasak, dialah yang akan mencicipi lebih dahulu.
Hadiah ini diterima lalat dengan
gembira. Lalu, dengan senang hati dia memberitahu bahwa putri yang dia
hinggapi adalah Lumalundung. Hal ini dilakukan Mamanua. Akhirnya,
Walansendow disambut Lumalundung. Lumalundung segera menyusui
Walansendow sambil bercerita dengan mamanua. Peristiwa ini membawa
keributan dikayangan karena tercium bau manusia. Malaroyapun datang
untuk memberi hukuman pada Mamanua. Akan tetapi, hukuman ini dapat
dibatalkan juga syarat yang diajukan Malaroya terpenuhi. Syaratnya,
sebatang buluh berlubang harus diisi air hinggah penuh. Jika Mamanua
dapat mengerjakannya ia tidak akan menerima hukuman mati. Mamanua segera
menuju sungai dan bertemu denngan sogili (belut). Ia meminta bantuan
sogili. Sogili bersedia memberikan kendinya kedalam buluh itu. Setelah
pekerjaan itu selesai dikerjakan sogili, kembalilah Mamanua menemui
Malaroya. “buluh sudah terisi air,” kata Mamanua kepada Malaroya.
Hukuman matipun tidak jadi dilaksanakan. Mamanua diperkenankan hidup
dikayangan bersama istri dan anaknya.
Kesimpulan Cerita ini tidak pernah
terjadi, hanya fantasi dan khayalan belaka. Akan tetapi, cerita ini
banyak diketahui orang, terutama para orang tua. Pelajaran yang dapat
kita ambil dari cerita ini bahwa kita harus saling menolong satu sama
lain. Demikian pula apabila kita bercita-cita tinggi, kita harus
berusaha sekuat tenaga.
Sumber: pesonaminut.blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar