HUKUMAN Mati masih diterapkan di negara kita hingga detik ini. Bukan hanya vonis melainkan juga eksekusinya.
Banyak yang setuju, tapi tidak sedikit yang menentang pemberlakuan hukuman mati di negara ini, atas dasar nilai - nilai luhur yang tertuang dalam Pancasila. Kaum abolisi (kontra hukuman mati, red), menilai penerapan praktek hukuman mati adalah bentuk nyata dari perampasan nilai hidup manusia, yang sejatinya, sangat dilindungi dan dihargai oleh Pancasila(terutama Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab).
Memang sanksi pidana bertujuan untuk 'menjerakan.' Pertanyaannya, apakah mungkin pelaku kejahatan akan jera, jika nyawanya sudah melayang?
Hukum sebagai pembawa kebebasan eksistensial, agaknya jangan disalahtafsirkan sebagai pembebasan jiwa seorang manusia dari raganya.
Sebetulnya sampai kapanpun tidak akan pernah ada yang namanya kejahatan lantas dikagumi. Namun, persepsi serupa, apakah juga layak disematkan kepada pemberlakuan hukuman mati?
Jangankan hukuman mati, hukuman seumur hidup saja, sejauh dalam semangat kejujuran, tidak lebih dari pidana mati yang terselubung.
Membunuh seseorang yang melakukan kejahatan serupa, bukankah ini wujud dari penerapan Hukum Rimba? Nyawa ganti nyawa. Padahal setahu saya hukum di negara ini berpijak pada lima sila Pancasila.
Lagipula, sejarah mencatat, pemberlakuan hukuman jenis ini sama sekali tidak bermanfaat plus tujuan efek jera tidak juga pernah terpenuhi.
Yang pasti pelaku deviasi wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum positif. Tapi akan lebih indah apabila pertanggunganjawaban itu dilakukan tanpa mengusik hak hidupnya sebagai manusia persona.
Perlukah hukuman mati di bumi Katulistiwa ini? Entahlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar