foto : merdeka.com |
DIREKTUR Eksekutif Yayasan Bantuan Hukum Universalia
(YLBHU) Hertasning Ichlas mengatakan, ancaman yang diterima oleh warga
Syiah di Desa Karanggayam dan Bluuran Sampang, Madura tidak hanya
dilakukan oleh warga setempat, melainkan juga difasilitasi oleh aparat
pemerintah setempat.
"Sudah jelas ada beberapa aparat pemerintahan yang terlibat dalam
pemaksaan keyakinan terhadap warga Syiah ini, mereka kebanyakan sebagai
fasilitator,” kata Hertasning , kuasa hukum warga Syiah ketika
dihubungi Tempo, Jumat, 9 Agustus 2013.
Hertasning mengatakan, intimidasi terhadap warga Syiah terakhir
terjadi pada 6 Agustus 2013. Ada enam warga Syiah yang dijemput oleh
aparat kepolisian dan kepala dusun. Mereka lalu dibawa ke rumah salah
satu kiai setempat.
Di rumah itu, kata Hertasning, sudah ada Bupati Sampang, Kepala
Kesbangpol Sampang, dan Kapolsek Omben. Dalam pertemuan itu, katanya,
enam orang warga Syiah itu diberi pesan-pesan. Di ujung acara, warga
Syiah dipaksa menandatangani sembilan ikrar.
"Kalau tidak teken, tidak
dijamin kesalamatan dan keamanan rumahnya,” ujarnya.
Hertasning menambahkan, isi sembilan ikrar itu diantaranya adalah
menganggap ajaran Tajul Muluk sesat dan harus kembali ke Ahlus Sunnah.
Seorang dari enam warga Syiah itu menolak menandatangani ikrar itu.
Lantaran takut atas keselamatannya, ia lalu memilih pergi ke Jakarta.
Pemaksaan serupa, kata dia, sudah terjadi sebelumnya dan kembali
meningkat baru-baru ini. Melihat peristiwa tersebut, Herta
mempertanyakan alasan pemerintah yang hendak melakukan pembinaan.
"Gimana pembinaan kalau diancam rumahnya mau dibakar?" ujarnya.
Pemaksaan untuk melakukan ikrar yang dilakukan terhadap warga di
kampung telah terjadi beberapa hari belakangan ini. Pemaksaan tersebut
berhasil membuat sejumlah warga Syiah menandatangani ikrar pertobatanitu
yang sebenarnya ditolak tegas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai cara penyelesaian masalah.
Sumber: yahoo/tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar