DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan demokrasi malah
merupakan sarang koruptor. Jual beli aneka RUU, utak atik anggaran, pemekaran
daerah, pemilihan kepala daerah, proyek pembangunan, pemilihan pejabat, dan
sebagainya ditenggarai menjadi lahan basah korupsi para anggota dewan.
Gaji dan tunjangan yang “tak seberapa” membuat para penguasa
atau wakil rakyat mencari cara cepat mengembalikan biaya politik dalam proses
pemilu tersebut, yaitu dengan cara korupsi. Inilah lingkaran setan korupsi
dalam sistem demokrasi.
Dari fakta diatas seharusnya bukan hanya KPK yang layak
dibubarkan tapi sistem politik dan pemerintahan demokrasi pun harus segera
dibubarkan. Sebagai gantinya adalah system dan pemerintahan Islam.
Mencermati alur berpikir dari penulis dapat disimpulkan
bahwa penulis adalah salah satu dari sebahagian rakyat indonesia yang sudah
sangat kecewa dan prihatin dengan maraknya penyakit korupsi yang terjadi di
Indonesia dewasa ini. Kekecewaan dan keprihatinan ini adalah suatu hal yang
sangat wajar, karena sebagai warga Negara Indonesia yang cinta pada negaranya, yang sebahagian
besar rakyat masih hidup digaris kemiskinan, dilain pihak Negara terus
berhutang kepada Negara lain dengan jumlah hutang yang terus bertambah, maka pantaslah
kalau kita semua harus kecewa dan prihatin.
Akan tetapi benarkah yang menyebabkan terjadinya korupsi
adalah sistim politik demokrasi ? Selama ini kita mengenal arti dari demokrasi
itu adalah pemerintahan atau kedaulatan berada ditangan rakyat, diwujudkan
melalui pemilihan umum legislative dimana rakyat memilih dan menentukan
wakilnya lewat pemberian suara ,dengan
one man one vote, satu orang satu suara (sangat adil) sementara untuk memilih
presiden sebagai kepala Negara ,dan para kepala daerah, dipilih lewat pemilihan
umum presiden ( Pilpres ) dan pemilihan umum kepala daerah ( Pilkada ). Sistim
ini sudah sesuai dengan asas “ dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat.
Karena para anggota legislative, presiden dan kepala daerah
dipilih untuk mensejahterahkan rakyat melalui fungsi dan tugasnya. Asas
kedaulatan rakyat atau demokrasi adalah asas yang berasal dari Pancasila
sebagai dasar Negara kita yaitu sila keempat ,Kerakyatan yang di[pimpin oleh
hikmah kebijaksanaan, dalam permusyawaratan, perwakilan.
Dengan demikian demokrasi sebagai suatu sistim politik sudah
sesuai dengan Pancasila baik sebagai dasar Negara maupun sebagai ‘ the way of
life’ pandangan hidup dan filosofi bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu kekecewaan dan keprihatinan kita pada korupsi
tidak boleh membawa kita pada kesimpulan yang keliru bahwa demokrasi telah
menyebabkan maraknya korupsi sehingga sistim demokrasi dan pemerintahan harus
bubar dan diganti dengan sistim Negara islam atau Khilafah.
Apakah kita harus mengganti rumah kita atau merombak rumah
kita karena banyak tikus berkeliaran didalamnya ? atau masuk diakal kita harus mengganti agama kita
hanya karena banyak teman seagama tidak menjalankan hukum agama secara benar ?
Sebenarnya kalau kita secara tenang dan jernih mencari apa
penyebab dari korupsi maka akar penyebabnya jelas bukan sistim demokrasi, tapi
akar pokoknya adalah kemiskinan. Kemiskinan materi dan kemiskinan moral dan
kemiskinan pendidikan politik.
Sebagai perbandingan ( bukan untuk mengagungkan) di Amerika
Serikat sesorang yang akan mencalonkan diri sebagai anggota Kongres ,harus
memiliki minimal 2 juta dolar,artinya bahwa secara financial dia sudah mapan
sehingga tidak memanfaatkan status anggota kongresnya untuk mencari uang, seperti
memperdagangkan ayat ayat rancangan undang undang,.
Untuk menjadi calon presiden AS ,rakyatlah yang menyumbang
biaya kampanye ,karena rakyat yang pendidikan politiknya sudah baik akan rela
mengeluarkan uangnya untuk membantu calon presiden yang program program cocok
dengan keinginan rakyat tersebut. Berbeda di Indonesia karena pendidikan
politik belum merata ( banyak rakyat yang belum tersentuh dengan pendidikan
politik, antara lain karena terlalu lama mengalami depolitisasi dijaman orde baru)
,dan tingkat ekonomi yang rendah ( miskin) maka rakyat tidak begitu peduli
dengan program, kapabilitas, dan integritas calon, rakyat lebih tertarik dengan
hal hal yang pragmatis, uang, sembako, dll.
Sementara di Indonesia sebagian calon baik legislative
maupun eksekutif banyak yang secara financial masih sangat lemah sehingga
jabatan jabatan politik yang harusnya adalah wahana untuk pengabdian kepada
masyarakat, membawa masyarakat pada kesejahteraan, justru menjadi tempat untuk
mengumpulkan uang atau mendapatkan kekayaan.
Faktor lain, sistim demokrasi dan era tranparansi ini
mestinya didukung oleh penegakan hukum yang adil , tidak pandang bulu, yang
profesional ,karena demokrasi dan hukum harus seperti dua sisi dari satu mata
uang, ternyata juga masih jauh dari harapan, karena Negara yang tergolong
miskin ini juga belum mampu memberi kesejahteraan kepada para penegak hukum. Akibatnya
banyak yang masih tergoda untuk menjual belikan pasal pasal keadilan, banyak
yang masih bisa ditunggangi oleh pihak pihak yang berduit.
Tetapi kita juga tidak menutup mata masih banyak orang yang
memiliki moral yang kuat, para anggota Dewan yang mampu menahan diri, para
Kepala daerah yang betul betul mengabdi, para hakim, jaksa, polisi, pengacara
yang tawakal, hidup dalam kesederhanaan dan kejujuran.
Dengan segala hormat pada pendapat Novia Asri Putriyanti, saya
ingin menyampaikan bahwa tidaklah tepat menyalahkan sistim demokrasi sebagai
akar dari masalah korupsi di Indonesia karena masalah korupsi adalah masalah
yang sangat kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Demokrasi adalah sistim yang paling beradab karena tidak ada
asas yang lebih tinggi “dari rakyat ,oleh rakyat, dan untuk rakyat”, Ingat “
Vox populi Vox Dei “ Suara rakyat suara Tuhan, Yang dimaksud tentunya adah
suara hati nurani rakyat, yang pasti tidak sama dengan suara rakyat dari para
politisi yang sudah sarat dengan berbagai kepentingan.
FRESH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar