Kamis, 18 Juli 2013

Kisah Mamanua dan Putri Kayangan : Legenda Telaga Tumatenden

BERIBU - ribu tahun sebelum bumi didiami banyak manusia, terdapat sebuah tempat pemandian air panas. Tempat pemandian itu hanya bagi putri kayangan. Pemilik pemandian itu bernama Mamanua, seorang yang kaya dan mempunyai banyak pesuruh. Tempat pemandian itu terletak disebuah desa bernama Tataaran. Nama mata air panas itu Rano ni Putiin, artinya air dari burung balam. 
 
Dahulu negeri tempat air panas ini masih dikelilingi hutan. Selain itu terdapat pula genangan air jernih, serta tepian teduh, menambah indahnya tempat ini. Pohon-pohon besar tahun demi tahun merangkai bunga-bunga yang berteduh dibawah naungannya. Rusa, babi hutan, tikus ekor putih, soa-soa dan burung maleo masih berkeliaran disana. Jamur pun tumbuh liar dipohon. Daerah ini masih berupa hutan perawan. 
 
Setiap selesai berburu, Mamanua selalu singgah ditempat pemandian itu. Setelah selesai mandi, para pesuruhnya disuruh membersihkan tempat itu. Pada suatu hari, salah seorang pesuruh melapor pada Mamanua bahwa tempat pemandian itu kotor. Mamanua marah mendengar berita itu. Ia ingin melihat, siapa yang berani melakukan hal itu. Niat ini dilaksanakannya tanpa bantuan para pesuruh. Mamanua menunggu ditempat tersembunyi dekat tempat pemandian itu. 
 
Tiba-tiba ia mendengar bunyi angin ribut dari arah timur. Bunyi angin itu semakin lama semakin mendekat. Seketika itu juga tampaklah sekelompok burung balam putih berjumlah Sembilan ekor ditempat pemandian. Anehnya, kesembilan ekor burung itu kemudian berubah menjadi Sembilan putri cantik memakai sayap putih. Mereka menanggalkan sayap putih itu dan mandi.
 
Kegelisahan Mamanua saat itu berganti gembira. Rasa cinta pada putri-putri itu berbunga. Mamanua langsung mencuri dan menyembunyikan salah satu sayap putih itu. Setelah itu dia berlari ke tempat pemandian dimana para putri sedang mandi. Sayang sebelum Mamanua tiba ditempat itu,para putri kayangan segera berlari mengambil sayap- sayap mereka dan terbang. Calaka, sayap putri bungsu hilang sehingga ia tidak dapat terbang. Apa daya, para putri lain tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat menolongnya. Adik mereka yang bungsu, Lumalundung namanya menangis. 
 
Kemudian datang Mamanua yang membujuk Lumalundung untuk tinggal bersamanya. Mamanua pun memperistrikan Lumalundung. Mereka hidup bahagia suami – isteri dan memperoleh anak yang diberi nama Walansendow. Waktu berjalan bumi berputar. Rupanya awan besar dan rendah yang menyebabkan hujan, Guntur, dan kilat melanda kehidupan mereka. Suatu ketika, saat Lumalundung sedang menyusui Walansendow, Mamanua melihat banyak kutu di kepala istrinya. 
 
Tanpa disuruh, Mamanua langsung mencari kutu, bahkan mencabut tiga helai rambut Lumalundung. Sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi karena merupakan pantangan bagi Lumalundung. Bekas rambut yang tercabut itu langsung mengeluarkan darah tanpa henti. Mamanua bingung. Ia langsung berlari keluar rumah. Lumalundung segera mencari sayap yang disimpan Mamanua. Setelah sayap itu ditemukan, Lumaundung langsung memakainya dan terbang ke angkasa. Diluar rumah tampak awan putih rendah dan terpencar seperti gumpalan kapas. Awan itu membawa cuaca baik.
 
 
Apa yang tejadi dengan Walansemdow? Ia menangis tanpa henti. Mendengar tangisan Walansendow yang keras itu, Mamanuapun masuk ke kamar. Ternyata didalam kamar hanya ada Walansendow. Kepergian Lumalundung merupakan suatu kesedihan yang mendalam bagi Mamanua dan Walansendow. Segala jalan sudah dipikirkan Mamanua untuk bisa bertemu dengan Lumalundung. 
 
Akhirnya ia memutuskan untuk mencari Lumalundung kemanapun juga. Jika perlu ke langit yang ke tujuh. Mulailah Mamnua melangkahkan kaki mencari Lumalundung dengan menggendong Walansendow. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan pohon besar yang sangat tinggi, biasa disebut Walangitan (pohon hitam). Mamanua bertanya pada pohon itu, “apakah engkau dapat menolong kami? Kami sedang mengalami kesulitan, istri saya atau ibu anak ini lari meninggalkan rumah entah ke mana.” Pohong hitam berkata “apakah yang dapat kamu berikan kepada saya sebagai balasan kalau saya dapat membantumu?” Mamanua menjawab, “pohonmu banyak dibutuhkan orang dan batangmu akan menjadi kuat dan baik.” Pernyataan ini disetujui oleh pohon hitam. Kemudian, Mamanua dan Walansendow naik keatas pohon hingga ke puncaknya. Akan tetapi, mereka belum bisa tiba dilangit. Akhir nya, turunlah keduanya dengan susah payah.
 
 
Perjalanan dilanjutkan da bertemulah mereka dengan rotan yang panjang. Hal yang sama dikemukakan Mamanua kepada rotan. Rotan hanya dapat membantu jika ada balas jasa. Jasa yang dijanjikan Mamanua adalah batang rotan akan dimanfaatkan orang menjadi barang yang berguna. Hadiah ini diterima rotan. Mamanua dan Walansendow disuruh berada diujung rotan. Lalu, mereka diangkat tinggi-tinggi oleh rotan, tetapi tidak sampai juga dilangit. Walaupun kecewa,Mamanua belum putus asa. Setelah berjalan kira-kira seratus meter dari tempat rotan, mereka bertemu dengan babi hutan. Mamanua menyampaikan maksudnya kepada babi hutan. Ternyata, tuntutannya sama. Balas jasa utnuk babi hutan adalah ia mendapatkan apa yang akan dimakan manusia. Setelah itu, babi hutan menyuruh Mamanua dan Walansendow naik ke atas punggungnya. Kemudian, dia berlari mendaki pegunungan dan menuruni lembah. Akhirnya, mereka tiba ditepi pantai dan beristirahat disitu. Sepanjang hari Mamanua selalu berpikir dan merenungkan hidupnya bersama Walasendow. Tiba-tiba seekor ikan besar muncul didepannya. Permintaan tolongpun disampaikan kepada ikan. Rupanya ikan pun mengharapkan balas jasa. Mamanua berkata kepada ikan, “apabila engkau berenang jangan lupa siripmu diangkat, engkau akan dapat terbang. Namamu akan disebut ikan layar.”Ikan sangat setuju. Mereka berdua boleh naik keatas pungungnya. Ternyata mereka belum juga beruntung. Tujuan yang ingin dicapai belum tiba walaupun mereka sudah berada ditempat terbitnya matahari.
 
Mereka berada disuatu daratan luas dan bertemu dengan seorang lelaki tua. Ditangan lelaki itu ada cemeti. Lelaki itu berjalan menuju mereka. Begitu bertemu, Walansendow dicambuk lelaki itu dengan cemeti. Anehnya Walansendow tidak merasa sakit dan tidak ada tanda cemeti ditubuhnya. Ternyata, lelaki itu ayah Lumalundung yang bernama Malaroya. Ia hanya bermaksud mengetahui apakah Walansendow mempunyai darah dewa. Malaroya segerah memangil seorang perempuan untuk menggendong Walansendow. Tanpa setahu Mamanua, mereka sudah berada didaerah bernama Pinontol, yaitu suatu tempat yang berada diantara langit dan bumi. Perempuan yang menggendong Walansendow bertanya kepada Mamanua, bagaimana ia bisa tiba ditempat ini. Mamanua menuturkan semua yang terjadi terhadap dirinya dan anaknya. Dengan penuh kasih, perempuan tu membawa Mamanua dan Walansendow ke tempat Sembilan putri berada. Mamanua disuruh memilih Lumalundung diantara kesembilan putri. Akan tetapi, ia bingung ketika berhadapan dengan para putri itu karena wajah mereka mirip satu sama lain. Ketika Mamanua sedang berpikir, muncullah seekor lalat besar. Mamanua tidak mau kesempatan ini lewat begitu saja. Ia langsung menyampaikan maksudnya kepada lalat mengingat Walansendow sudah lama tidak disusuinya. Setelah isi hatinya disampaikan, lalat besarpun meminta balas jasa. Mamanua berkata bahwa setiap makanan yang telah selesai dimasak, dialah yang akan mencicipi lebih dahulu.
 
Hadiah ini diterima lalat dengan gembira. Lalu, dengan senang hati dia memberitahu bahwa putri yang dia hinggapi adalah Lumalundung. Hal ini dilakukan Mamanua. Akhirnya, Walansendow disambut Lumalundung. Lumalundung segera menyusui Walansendow sambil bercerita dengan mamanua. Peristiwa ini membawa keributan dikayangan karena tercium bau manusia. Malaroyapun datang untuk memberi hukuman pada Mamanua. Akan tetapi, hukuman ini dapat dibatalkan juga syarat yang diajukan Malaroya terpenuhi. Syaratnya, sebatang buluh berlubang harus diisi air hinggah penuh. Jika Mamanua dapat mengerjakannya ia tidak akan menerima hukuman mati. Mamanua segera menuju sungai dan bertemu denngan sogili (belut). Ia meminta bantuan sogili. Sogili bersedia memberikan kendinya kedalam buluh itu. Setelah pekerjaan itu selesai dikerjakan sogili, kembalilah Mamanua menemui Malaroya. “buluh sudah terisi air,” kata Mamanua kepada Malaroya. Hukuman matipun tidak jadi dilaksanakan. Mamanua diperkenankan hidup dikayangan bersama istri dan anaknya.
 
Kesimpulan Cerita ini tidak pernah terjadi, hanya fantasi dan khayalan belaka. Akan tetapi, cerita ini banyak diketahui orang, terutama para orang tua. Pelajaran yang dapat kita ambil dari cerita ini bahwa kita harus saling menolong satu sama lain. Demikian pula apabila kita bercita-cita tinggi, kita harus berusaha sekuat tenaga.
 
Sumber: pesonaminut.blogspot

Tidak ada komentar: